Foto by Udin Singit/Komunitas Soe Hok Gie |
"Mereka juga bilang, bukti di lapangan juga sudah ada yakni seringnya orang-orang datang ke lokasi untuk melakukan pencarian harta karun dengan cara menggali secara manual," tutur Rudy Badil Sahabat Soe Hok Gie.
"Makanya kata mereka, bawanya harus hati-hati dan melibatkan militer, karena gua itu juga penuh dengan jebakan berupa ranjau darat dan gas beracun yang dialirkan melalui pipa. Pokoknya kayak di film-film deh," kata Badil sambil tertawa.
Isu Harta Karun
Isu itu bukanlah sekadar rumor belaka. Ada beberapa nama saksi di sana yang dijelaskan merupakan mantan pekerja romusha dan pegawai di era revolusi. Tentu saja tak ketinggalan dokumen Watanabe yang katanya telah diterjemahkan oleh Soe Hok Gie menjadi data-data penguat keberadaan harta karun itu.
Isu Soe Hok Gie dikaitkannya dengan harta karun langsung ditepis para sahabat Soe. Rudy Badil dan Herman pada waktu itu memang satu tim saat melakukan pendakian ke Semeru. Ketika Badil memperlihatkan salinan proposal kepada Herman, sesepuh MAPALA UI hanya tertawa geli saja.
"Orang banyak yang aneh-aneh saja ya. Pimpinan SAR yang tak pernah ada itu pintar menjual sensasi dan informasi tipu-tipu…" ujar Herman seperti dikutip Badil dalam buku Soe Hok Gie Sekali Lagi.
Cerita ini bermula, Ketika Rudy Badil ditawari sebuah pekerjaan besar proyek pencarian harta karun peninggalan tentara Jepang senilai 82,62 trilyun rupiah!
Pekerjaannya mudah cuma masuk hutan sesuai arahan peta, lalu menafsirkan isi kalimat proposal dan meriset data kepustakaan guna mendukung mega proyek itu.
Yang paling mengagetkan Badil, proyek itu ternyata tersangku paut dengan sahabatnya, Soe Hok Gie. Menurut cerita (yang memberikan proyek pekerjaan), Soe waktu studi ke Kanada dan Jepang pernah mempelajari suatu naskah harta karun yang disembunyikan di Gunung Semeru oleh seorang perwira Jepang bernama Watanabe pada 1944. Dokumen Watanabe inilah yang dibawa oleh Soe ke Puncak Mahameru pada Desember 1969.
Takdir menentukan Soe harus tewas di Mahameru, puncak tertinggi Gunung Semeru. Saat proses evakuasi, dokumen itu ditemukan oleh pemimpin SAR. "Lalu entah gimana ceritanya, dokumen terjemahan itu ada di tangan seseorang, yaa sebut saja namanya A-deh. Orangnya gua kenal kok," ungkap Rudy Badil.
"Gua lihat sendiri proposalnya yang berjudul 'Mencari Potensi Alam dalam Rangka Menyongsong Otonomi Daerah Melalui Penggalian dan Pemanfaatan Peninggalan Jepang' tertanggal 23 Agustus 2000," ujar penulis sakaligus fotografer itu.
Secara pribadi, Badil sendiri tak pernah menganggap serius cerita itu. Selain banyak bohongnya (misalnya soal Soe yang pernah ke Jepang), dia juga tahu pasti bahwa pimpinan SAR yang disebut-sebut sebagai awal dari munculnya cerita itu tak lain adalah Herman O. Lantang, sahabat Badil dan Soe. Saat melakukan pendakian ke Semeru pada Desember 1969.
Sumber: Historia.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar