Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, mengutip Grant dan Conlan (2015), kata Daryono, kemunculan cacing massal bisa menandai anomali gelombang elektromagnetik frekuensi rendah beberapa hari sebelum gempa. Namun kemunculan cacing itu selalu didukung data perilaku binatang lain yakni; tak lazim, seperti kemunculan ular, anjing yang menggonggong bersahutan, hingga ikan melompat-lompat di kolam, dan perilaku lain
Cacing Tanah/Pixabay |
Prediksi gempa memang masih diperdebatkan akurasinya. Namun, kita tak boleh menutup mata pada gejala alam. Lebih penting selalu bersiap menghadapi bahaya mengingat Indonesia di zona merah gempa bumi.
Sementara itu, Pakar Lingkungan Hidup dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prabang Setyono, angkat bicara soal fenomena ribuan cacing keluar dari tanah dari merayapi jalan di Kota Solo dan sekitarnya.
Prabang Setyono menampik kemungkinan fenomena aneh itu karena semprotan disinfektan. Menurut dia, cacing keluar dari habitatnya karena kelembaban tanah yang berubah drastis akibat suhu meningkat.
“Biasanya sebagai tanda transisi musim penghujan ke musim kemarau, sebulan dua bulan sebelum transisi. Tapi memang agak aneh juga fenomena cacing itu. Bisa jadi ada dinamika di bawah kerak bumi. Menyimpulkan seperti itu memang agak terlalu dini jika dikaitkan dengan meletusnya sejumlah gunung secara serempak di Indonesia akhir-akhir ini,” kata dia dihubungi terpisah seperti dikutip dari laman Solopos.com Minggu (19/4).
Sama hal dengan Geolog dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Thomas Triadi Putranto memastikan fenomena kemunculan cacing dalam jumlah banyak di Solo dan Klaten, Jawa Tengah, tidak terkait dengan aktivitas kegempaan. Thomas menyatakan keluarnya cacing dari dalam tanah karena faktor perubahan lingkungan.
"Kalau dari kegempaan tidak. Karena itu (keluarnya cacing) perubahan kondisi tanah," tutur Thomas saat dihubungi Tagar.id, Senin (20/4). lanjut kata dia, Tanah kehilangan air, tanah atau lempung jadi retak-retak dan menyebabkan cacing keluar dari tanah.
Dosen Teknik Geologi, Fakultas Teknik Undip itu menuturkan aktivitas kegempaan terjadi di lapisan tanah dalam. Sementara cacing berada di lapisan permukaan tanah. Sehingga bisa dipastikan dua hal tersebut tidak bisa dikaitkan satu sama lain. Artinya, kemunculan cacing tidak bisa dijadikan pertanda adanya aktivitas kegempaan yang berada di kedalaman tanah.
"Kalau cacing ini kan dangkal sekali posisi tanahnya. Kalau saya melihat dari kondisi curah hujan yang keluar. Sekarang sudah berkurang curah hujannya. Panas yang menyengat sehingga terjadi perubahan kondisi tanah. Tanah kehilangan air, tanah atau lempung jadi retak-retak dan menyebabkan cacing keluar dari tanah," kata dia.
Thomas menambahkan hingga saat ini belum ditemukan formulasi alam yang bisa mengungkap tanda-tanda akan terjadinya gempa. "Susah menjawab fenomena gempa diawali oleh apa," ujar dia.
Prediksi Gempa
Agustus 1971, State Seismological Bureau of China mempelajari perilaku binatang untuk prediksi gempa empat tahun kemudian, mereka sukses mengevakuasi warga Kota Hai-cheng beberapa jam sebelum gempa (M 73). 4 Februari 1975. Sebanyak 1.400 orang tewas, tetapi 100.000 orang selamat Laporan menyebutkan, beberapa hari sebelum gempa, cacing tanah muncul sangat banyak ke permukaan (Ikeya. 2004).
Namun, setahun kemudian. Tiongkok gagal memprediksi gempa Tangshan (M 8.2) yang menewaskan 240.000 orang. Sepanjang 1996 dan 1999, Tiongkok mengumumkan 30 prediksi gempa dan semuanya gagal. Setelah kegagalan demi kegagalan ini, prediksi gempa berdasarkan perilaku binatang terpinggirkan.
Sekalipun begitu, upaya prediksi gempa tak padam. Giam-paolo Giuliani, teknisi laboratorium di National Physical Laboratory of Gran Sasso yakin, gas radioaktif, radon (Rn), yang sangat sensitif oleh perubahan, bisa memprediksi gempa.
LAquila kota pegunungan di wilayah Abruzzo. Italia tengah, awal 2009 itu diguncang ratusan gempa kecil ketika Giuliani menemukan sebaran radiasi radon. Ia simpulkan, bakal gempa besar dan mengumumkan lewat pengeras suara dan internet (The Guardian.com, 2009).
Karena prediksi Giuliani, Departemen Perlindungan Sipil Italia memanggil sekelompok ahli gempa dan meminta mengkaji risiko dan memberi klarifikasi ke publik. Tujuh ilmuwan menyimpulkan prediksi Giulani tak bisa dipertanggungjawabkan.
Kepala Italys National Geophysics Institute Enzo Boschi menyatakan, Giulani keliru.
Giulani dilarang bicara ke publik. Namun, ia tetap melanjutkan riset Pada 5 April 2009. ia menemukan lonjakan emisi gas radon di tanah di keempat stasiunnya. Simpulannya, dalam 24 jam akan ada gempa besar. Giulani menghubungi kerabat dan membuka pintu rumahnya agar bisa keluar jika gempa. Benar, 6 April 2009, gempa 5,9 skala Richter atau Mw 6,3 mengguncang LAquila. Giulani dan keluarga selamat 300 warga tewas.
Warga yang marah menuntut tujuh ilmuwan terkemuka Italia. Tahun 2012, mereka dinyatakan bersalah dan dipenjara enam tahun. Pada tahun 2014 mereka dibebaskan.
Sejak tragedi LAquila, popularitas radon sebagai detektor gempa diperhitungkan meski banyak yang mempersoalkan akurasinya. Jepang memilih membangun peringatan dini melalui deteksi gelombang-P (preliminary tremor) dan gelombang-S (strong tremor) yang merusak.
Sumber : Lipi.go.id, Sukabumi Update, Tagar.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar