Breaking

Jumat, 25 Desember 2020

Tradisi Masyarakat Betawi Memotong Kerbau 'Andilan' yang Sudah Mulai Hilang

Tradisi Andilan mengandung filosofi: bersyukur kepada Allah SWT, menumbuhkan rasa gotong-royong dan rasa kebersamaan antara manusia.

Ilustrasi proses memotong kerbau | Foto: Wahyu Putro A/ANTARA FOTO

HUMANIORA : Bagi masyarakat Betawi tempo dulu hari raya Idul Fitri atau momen lebaran merupakan hari paling istimewa yang ditunggu-tunggu dalam kehidupannya. Tradisi nyorog dan andilan mewarnai kehidupan masyarakat menjelang lebaran.

Motong kerbau andilan adalah sebuah tradisi masyarakat Betawi tempo dulu untuk menyambut bulan Ramadhan, mereka dulu memiliki kebiasaan mengumpulkan uang untuk kemudian dibelikan kerbau.

"Nanti sebelum bulan puasa kerbau itu akan mereka pelihara, mereka gemukkan selama bulan puasa. Mereka kasih makan yang baik," ujar sejarawan, penulis, sekaligus pendiri penerbitan Komunitas Bambu, JJ Rizal, kepada Kompas Travel.

Selama bulan puasa, masyarakat Betawi akan secara bergiliran menggembalakan kerbau tersebut di tanah-tanah lapang, pada saat itu tanah lapang masih banyak ditemukan di Jakarta.

Setelah bulan Ramadhan tiba, masyarakat Betawi akan menyembelih kerbau tersebut dan memasaknya bersama-sama.

Kalau sudah mau dekat hari lebaran orang kampung Betawi tempo dulu biasanya sibuk pada melunasi paketan daging kerbau atau andilan.

"Andilan itu ikut 'patungan' beli kerbau untuk dipotong menjelang lebaran, biar 'enggak berat' maka dari itu dibuatkan peketan (lorisan) uang kas arisan dikumpulin selama setahun, untuk dibelikan kerbau nanti kekurangannya, warga pada nambahin," tulis Sarin Sarmadi atau @Bang Ilok di forum 'Wisata Sejarah Bekasi'.

Bagi orang Betawi tempo dulu yang namanya daging kerbau wajib hukumnya harus ada pada saat Idul fitri atau lebaran.

"Kalo enggak ada daging kerbau yang harus dibawa 'nyorog' ke orang tua atawa saudara yang lebih tua kurang afdol dan rada jengah (malu)." tulisnya.

Sebelum ada biskuit atau makanan kaleng, tradisi ini ada untuk berbagi kepada yang sanak saudara yang lebih tua. 

 

"Jadi harus mengolah atau masak sendiri," jelasnya.

"Itu daging semur yang sudah matang ditempatkan di rantang ditambah sama sayur, sambel dan ikan gabus kering sama nasi, lantas kalo udah kumplit dibawa deh pas hari mau takbiran kerumah bapa dan saudara kita yang lebih tua."

Kerbau Andilan dipotongnya biasanya dua hari atau sehari mau lebaran. Bagi yang ikut andilan harus pada datang, ikut membantu pemotongan kerbau.

"Seru banget kalau waktu mau motong kerbau 'andil' orang pada ngumpul dan anak-anak pada melihat kerbau dipotong," tulisnya.

Filosofi Tradisi Andilan

Jika dilihat dari cara memasaknya pun berbeda dengan cara warga saat ini. Tua muda turut membantu mulai proses pemotongan hingga memasak.

"Untuk bapak-bapak tugasnya membersihkan daging, sedangkan ibu-ibu memasak daging kerbau. Sementara yang muda menyiapkan kayu bakar," jelas H Sani, salah seorang warga Betawi Condet kepada Kompas.

Menurut H Sani, ada dua makna yang dapat disampaikan melalui tradisi motong kebau andilan, yang pertama bersyukur kepada Allah SWT, kedua menumbuhkan rasa gotong-royong dan rasa kebersamaan antara manusia.

"Dilihat dari pemotongan hingga menjadi menu masakan, setiap manusia memiliki peran dan saling membutuhkan," ujar H Sani.

Mulai Hilang

H Sani, mengaku saat ini tradisi andilan mulai berangsur-angsur hilang. Penyebabnya mulai luntur nilai tradisi warisan nenek moyang pada masyarakat Betawi saat ini.

Hanya saja dirinya tak mengklaim jika tradisi ini benar-benar hilang dari peradaban masyarakat Betawi, karena masih ada daerah pinggiran Jakarta yang masih melakukannya.
 

Menurut H Sani, biasanya masyarakat Betawi pinggiran yang masih memegang teguh tradisi ini, seperti di daerah Tangerang, Bekasi, Depok dan beberapa daerah lain yang mayoritas penduduknya orang Betawi.
 

Meski saat ini hewan kerbau mulai sulit ditemui di Jakarta, mereka mengganti kerbau dengan seekor sapi. Yang penting makna dan tujuannya sama.

"Karena sekarang kan udah susah cari lapangan untuk ngangon (menggembalakan kerbau), perubahan dalam sosial masyarakat dan beragam faktor lainnya. Padahal tradisi ini yang menarik adalah kebersamaan, guyub antar-masyarakat, enggak ada sekat yang kaya dan miskin jadi satu. Ini budaya yang penting dan sehat, harusnya dipelihara dan dijadikan pertunjukan budaya," katanya.

"Jadi yang Kristen, Hindu, semua berbaur menjadi satu dan bersama-sama menikmati olahan daging kerbau itu."

Sumber : @Bang Ilok (Facebook) | Kompas Travel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar