Duo pengusaha travel India buka 'open trip' touring via darat (Bus to London) selama 70 hari.
Foto: Instagram/adventuresoverland |
Touring via darat terinspirasi dari sekelompok backpacker yang melintasi dunia pada tahun 1950-an dan 1960-an menggunakan bus 'Hippie Trail'.
Perusahaan perjalanan yang berbasis di Gurugram, mereplikasi ide itu dengan 'Bus to London'—sebuah layanan bus hop-on/hop-off pertama antara India dan London akan melintasi 18 negara dengan menempuh jarak 20.000 km dalam 70 hari.
Adventures Overland, didirikan oleh duo pengusaha dan pelancong Tushar Agarwal dan Sanjay Madan. Idenya itu muncul, ketika mereka mencoba dan menguji rute ini pada tahun 2017, 2018 dan 2019, dengan perjalanan 50 hari dari Delhi ke London dengan mobil pribadi yang dikendarai sendiri secara konvoi.
"Saat itu, kami mendapat permintaan dari orang-orang yang ingin berpergian dengan santai. Jadi, kami memikirkan bus," kata salah satu pendiri Adventures Overland, Sanjay Madan kepada media lokal India, New Indian Express.
"Ada banyak pelancong yang ingin mengalami perjalanan darat ini, tetapi mereka tidak ingin mengemudi," tambah Agarwal.
Bus 45 tempat duduk akan diubah menjadi bus 20 tempat duduk dengan tempat duduk kelas bisnis. Jumlah bus dan perjalanan akan bergantung pada jumlah pemesanan.
Pemberhentian seremonial akan dilakukan dari pintu gerbang India di Delhi pada Mei 2021, tetapi perjalanan sebenarnya akan dimulai dari Imphal—karena rute jalan akan dilanjutkan dari Myanmar.
"Kami akan menangani dokumentasi, dokumen, visa, dan izin untuk memastikan bahwa peserta benar-benar fokus untuk mengalami perjalanan. Pemandu lokal berbahasa Inggris yang berpengalaman akan melakukan perjalanan dengan grup untuk memastikan komunikasi yang lancar," tambah Tushar Agarwal.
Ada Kesepahaman
Madan dan Agarwal bertemu pada 2011 ketika nama keduanya tercatat di Limca Book of Records.
Madan menjadi orang India pertama yang berkendara ke dataran tertinggi di dunia yang dapat dilalui kendaraan bermotor di Khardung La (5.602 m) dengan sepeda motor Tata Nano (626 cc). Sementara rekannya, Agarwal adalah orang India pertama yang mengemudi dari London ke India.
"Karena kami berdua sepaham, kami berkumpul dan membentuk perusahaan ini pada 2012. Pada 2013, kami melakukan beberapa perjalanan, dan kami bersama-sama membuat 14 Catatan Buku Limca," kata Madan.
Hingga saat ini, keduanya telah membawa para penjelajah menggunakan mobil pribadi ke lebih dari 70 negara di seluruh dunia.
Dengan 'Bus to London', mereka berharap bisa menambah rekor lagi—dari 70 hari itu, dihitung 45 hari untuk perjalanan dan sisanya untuk jalan-jalan dan menginap.
"Misalnya, kita akan pergi ke Prancis dengan bus dan dari sana, kemudian menempuh jarak 100 km dari total jarak 20.000 km dengan kapal feri. Total biaya perjalanan satu arah mencapai 15 lakh per orang," kata Madan.
Duo ini belum mulai menerima reservasi, mereka menunggu pedoman perjalanan pasca new normal (Covid-19).
"Rencananya adalah memiliki satu bus tetapi kami juga dapat membuatnya menjadi dua bus, satu demi satu," kata Agarwal.
"Saat kami mulai menerima pemesanan, mengirimkan laporan negatif Covid-19 akan diwajibkan," tambah Madan.
Jejak Hippie Trail
Banyak yang berpendapat bahwa jalur backpacker dan pemandu wisata modern berakar pada jalur 'Hippie Trail'—yang dilakukan oleh orang-orang kaya Eropa pada abad ke-18 dan ke-19 untuk mencari sebuah pengalaman dan kesenangan di dunia timur.
Tony dan Maureen Wheeler mengikuti jejak hippie dari London ke Melbourne di awal tahun 70-an. Dalam buku panduan Lonely Planet pertama, Across Asia on the Cheap, ditulis berdasarkan pengalaman mereka yang terbit pada tahun 1973.
"Tidak diragukan lagi bahwa 'Hippie Trail' masih menempati urutan teratas dalam daftar perjalanan terbaik saya," jelasnya, melansir Lonely Planet.
Rory MacLean menelusuri kembali rute tersebut di awal tahun 2000-an dan menulis Magic Bus - On the Hippie Trail From Istanbul to India—sejarah pertama dari jalur tersebut. Sementara, Sharif Gemie dan Brian Ireland adalah penulis sejarah baru, Journeys to Nirvana - A History of the Hippie Trail.
Bagi banyak pelancong, rute tersebut adalah kesempatan untuk memperluas pikiran dan melepaskan diri dari rutinitas rumah. Sebagian besar mereka bepergian dengan anggaran terbatas, mereka ada yang mengemudi dan ada juga menggunakan transportasi lokal—fokus lainnya mencari pengalaman dan spiritualisme timur.
Jejak hippie mati pada akhir 70-an, ketika perubahan rezim di Iran dan perang di Afghanistan menutup perbatasan. Bagi Wheeler, meskipun rute klasik mungkin sudah tidak ada lagi, gaya perjalanan penuh petualangan yang diilhami terus berlanjut.
"Perjalanan saya semuanya bagus, dan terus seperti itu," katanya.
(Dari Berbagai Sumber yang Tertera)