Breaking

Senin, 07 September 2020

Karhutla, Alam, dan Manusia

Memasuki musim kemarau, aktivitas para pemangku hutan dan instrumen terkait, sangat disibuki dengan upaya penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Ilustrasi sisa - sisa kebakaran hutan | Foto: Afriandi Makmur/Panaromio.com
Upaya tersebut terus di sosialisasi kan mulai dari konsolidalisasi antar-instrumen, sinergitas, dan pembinaan langsung kepada masyarakat terhadap bahayanya Karhutla dewasa ini.

Pusat, sudah mewanti-wanti agar seluruh jajarannya tak lengah mencegah karhutla (kebakaran hutan dan lahan) pada kemarau tahun ini di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Presiden mengatakan, Indonesia punya pekerjaan besar mengantisipasi Karhutla. Langkah pertama, katanya, manajemen lapangan harus terkonsolidasi dan terkoordinasi dengan baik dalam waktu persiapan satu bulan ini.

"Area-area yang rawan hotspot dan update informasi sangat penting sekali, manfaatkan teknologi meningkatkan monitoring dan pengawasan dengan sistem dashboard," katanya melansir Mongabay Indonesia diakses Rabu (19/8).

Di Lombok Timur

Terjadi kebakaran hutan di kawasan KPH Rinjani Timur Minggu (7/9) sekitar pukul 10.00 Wita, yang mengakibatkan kurang lebih satu hektar hutan ludes di lalap Si Jago Merah. Kebakaran itu diduga dipicu akibat ulah warga yang sengaja melakukan pembakaran.

Kapolres Lotim melalui Kapolsek Sembalun Iptu L Panca Warsa bersama Tim Kahutla (anggota Polsek, Koramil. dan petugas KPH Rinjani Timur) langsung mendatangi lokasi kebakaran untuk melakukan pemadaman api, hanya saja pemadaman tak bisa dilaksanakan maksimal, karena lokasi yang terbakar cukup terjal.

"Tim Karhutla telah berusaha melakukan pemadaman api meski gunakan alat seadanya, namun api hingga saat ini masih menyala," kata kapolsek, melansir Antara NTB diakses pada Selasa (8/9).

Tak bisanya api dipadamkan secara maksimal, menurut Panca, karena lokasi kebakaran cukup terjal, dan tim Kahutla hanya bisa berharap api tak menyebar ke pemukiman warga.
Kurang lebih satu hektar hutan di kawasan KPH Rinjani Timur Minggu (7/9) sekitar pukul 10.00 Wita, ludes terbakar akibat ulah warga yang sengaja melakukan pembakaran | Foto: Antara NTB
Sumber api diduga berasal dari kebun/lahan milik Amaq Musti salah seorang warga Desa Sembalun Bumbung yang saat itu sedang membersihkan lahan kebun miliknya, dengan cara dibakar dan tanpa pengawasan.

Karena tanpa pengawasan mengakibatkan api menjalar ke padang savana Bukit Adas.

"Api menjalar sampai ke kawasan KPH Rinjani Timur, kurang lebih 1 hektar lahan KPH terbakar," sebutnya.

Di Kuningan

Humas Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Agus Yudhantara, dalam menghadapi musim rawan Karhutla 2020, sudah menyiapkan sebanyak 30 embung air di kawasan kaki gunung Ciremai. Ia menyebutkan, ke-30 embung tersebut meliputi embung alami dan buatan.

Dia menjelaskan, embung alami yang ada berupa situ, talaga, dan danau. Sementara, embung buatan yang terletak di desa merupakan hasil pembangunan pemerintah daerah setempat. Keberadaan embung, tambahnya, akan mencukupi kebutuhan air dalam pengendalian kebakaran hutan di TNGC.

"Terutama untuk mengisi tanki dan jetshooter," jelasnya, melansir Ayo Bandung diakses Selasa, (18/8).

Dia mengungkapkan, air sesungguhnya telah tersedia di setiap posko untuk operasi pemadaman api. Air tersebut berasal dari sumber air terdekat yang dialirkan melalui pipa, sebelum kemudian ditampung dalam bak.

 Air dari embung itulah yang selanjutnya dimanfaatkan untuk memadamkan api pada kebakaran hutan di area TNGC Blok Cirendang, Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, Senin (17/8).

"Meski membutuhkan waktu cukup lama, api berhasil dijinakkan tim gabungan bersama masyarakat. Pada Selasa (18/8/2020) kebakaran hutan di TNGC telah sirna," tutupnya

Di Garut

Memasuki musim kemarau, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut menyebut bahwa sejumlah lahan yang ada di Kabupaten Garut rawan terbakar.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiagaan BPBD Garut, TB A Sofyan mengatakan bahwa secara umum luas lahan yang rawan terbakar selama kemarau di Kabupaten Garut kurang lebih 1.100 hektare.

Luas tersebut sendiri tersebar di beberapa wilayah Garut, mulai utara hingga selatan dan timur sampai barat.

Yang paling rawan terbakar, menurutnya adalah lahan di kawasan Gunung Guntur, Gunung Cikuray, Sadakeling, hingga Hutan Sancang yang ada di Garut Selatan.

Pemicu kebakaran di sejumlah lahan di Kabupaten Garut, bisa terjadi karena faktor alam dan manusia.
Foto: Rmol Jabar
Faktor alam akibat gesekan pohon di tengah teriknya matahari, sedangkan manusia akibat kelalalain, baik saat melakukan pembakaran ilalang hingga membuang puntung rokok sembarangan.

Tidak jarang juga, menurutnya, kebakaran lahan dipicu oleh aksi pendaki yang lupa mematikan bekas kegiatan memasak atau menyalakan api unggun saat melakukan pendakian.

"Kita jadinya menggiatkan imbauan kepada pendaki bahkan kepada masyarakat juga agar jangan sampai lalai membiarkan bekas memasak atau membuat api unggun masih menyala saat ditinggalkan. Itu bisa memicu kebakaran lahan," ungkapnya, melansir Rmol Jabar diakses pada  Selasa (8/9).

Saat ini, pihaknya bekerjasama dengan Pehutani dan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) memantau wilayah kehutanan yang ada di Kabupaten Garut. Hal itu dilakukan karena beberapa kawasan yang rawan kebakaran adalah kawasan milik Perhutani dan BKSDA.

"Kita juga kepada masyarakat yang ada di kawasan lahan yang rawan terbakar memberikan arahan agar bisa mandiri melakukan pemadaman dan membuat sekat bakar sehingga bisa meminimalisir luas lahan yang terbakar," jelasnya.

Sejak awal musim kemarau sendiri, kata Sofyan, setidaknya kurang lebih 18 hektare lahan di Kabupaten Garut terbakar karena beberapa hal; misalnya karena luasnya area lahan yang terbakar, sehingga terjadi minimnya sumber air di lokasi kebakaran, Pemadamannya sendiri dilakukan secara manual, atau dilakukan sekat bakar, hingga kondisi medan juga menjadikan mobil pemadam sulit sampai langsung ke titik lokasi kebakaran.

"Jadinya kita ya melakukan pemadaman secara manual dengan tim gabungan dari beberapa unsur," tutupnya.

Sumber: Mongabay Indonesia | Antara NTB | Ayo Bandung | Rmol Jabar