Sebutan "Paris van Java", bagi pedagang Belanda berdarah Yahudi memiliki nilai jual (branding) tinggi sebagai media promosi dagangannya.
![]() |
Paris Van Java Mall, Kota Bandung | Foto: TripAdvisor |
Kota Bandung dikenal sebagai julukan "Paris van Java" sudah dikenal sejak jaman kolonial Belanda. Slogan itu semakin tenar dan populer kala Bosscha (pengelola perkebunan terkemuka di Hindia Belanda) sering mengutipnya dalam berbagai kesempatan pidato di depan masyarakat Bandung.
"Ia (Bosscha) sering menyebutnya dalam kesempatan berpidato," tulis Ridwan Hutagalung dan Taufanny Nugraha dalam Braga Jantung Parijs van Java.
Julukan Paris van Java untuk Kota Bandung memang dipopulerkan pertama kali oleh orang-orang Belanda. Sejarawan Haryoto Kunto memperkirakan kemungkinan munculnya julukan itu dari seorang pedagang berdarah Yahudi Belanda bernama Roth.
"Untuk mempromosikan dagangannya di pasar malam tahunan Jaarbeurs (sekarang Jalan Aceh) pada 1920, Roth mempopulerkan kalimat Parijs van Java," tulis Kunto dalam buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe.
Bagi Roth (pemilik toko meubel dan interior itu), sebutan Bandung "Paris van Java" memiliki nilai jual sebagai media promosi dagangannya. Sejak lama Paris jadi kiblat mode dunia, sehingga embel-embel nama Paris diharapkan mencuri minat orang untuk datang ke pasar malam tahunan di Bandung.
Sementara itu, pemerhati sejarah Bandung, Ridwan Hutagalung sempat menyayangkan penamaan yang tidak tepat untuk "Paris van Java", pada nama salah satu pusat perbelanjaan di Kota Bandung. Menurutnya, kalau mau mengikuti kaidah bahasa Belanda dan sejarah yang benar, kata Paris seharusnya ditulis sebagai Parijs bukan Paris.
"Kalau tetap mau menggunakan kata Paris ya bagusnya jadi Paris of Java atau apalah yang sesuai kaidahnya," katanya kepada Historia.
Tempat Kongko
Sejarahwan, Tatang Soemarsono, mengungkapkan Jalan Braga, Kota Bandung menjadi tempat kongko orang-orang Belanda yang sedang berwisata. Itu sebabnya banyak gedung pertokoan dibangun di sepanjang jalan Braga.
"Keberadaan pertokoan, rumah mode, tempat kongko membuat orang-orang Belanda kala itu menganggap Bandung seperti Paris," ujarnya kepada CNN Indonesia.
![]() |
Salah satu bangunan di salah satu sudut jalan Braga, Kota Bandung Tahun 1988 | Foto: Wikimedia Commons |
Setiap kali panen, para tuan tanah bersama karyawannya melakukan pengiriman ke Batavia menggunakan pedati dan truk yang melewati pusat kota Bandung.
Sebelum dinamakan Braga, jalan ini dulunya dinamai Pedatiweg atau Jalan Pedati karena sering dilalui pedati untuk lalu lintas hasil perkebunan.
Ada dua pandangan sejarawan mengenai asal muasal penamaan Jalan Braga. Sebagian mengatakan Braga berasal dari kosakata bahasa sunda "baraga" yang berarti berjalan-jalan di sekitar sungai.
Letak Jalan Braga memang dekat dengan lokasi Sungai Cikapundung, yang dahulu sangat asri bak Sungai Seine di Paris.
Lainnya mengatakan Jalan Braga sendiri dikenal sebab adanya Toneelvereeniging Braga, kelompok teater ternama di awal abad ke-19, yang seringkali mengadakan pertunjukan di Societeit Concordia (sekarang Gedung Merdeka).
Menurut pemerhati sejarah yang juga dosen Seni di Universitas Pasundan, Hawe Setiawan, Jalan Braga juga merupakan pusat perekonomian di Bandung.
Pada abad ke-19 juga Daendels membangun Jalan Raya Pos yang sekarang menjadi Jalan Asia Afrika. Jalanan ini dilewati arak-arakan distribusi hasil panen raya karena lebih dekat ke stasiun kereta.
"Jalan Raya Pos juga dibangun untuk mengantarkan logistik ke stasiun, kita pikir ini mungkin jadi salah satu sebab kenapa banyak dibangun pertokoan di Braga," kata Hawe.
Kiblat Mode
Ridwan Hutagalung melanjutkan jika Bandung sebagai Paris-nya Pulau Jawa muncul karena adanya perkembangan pesat mode Paris dibarengi juga dengan antusias orang-orang kaya di Bandung pada bidang seni.
Ridwan menyebutkan seni arsitektur, yang menerapkan gaya art deco sebagai percontohan pembangunan gedung hampir mewarnai sudut-sudut di kota Bandung. "Contoh yang paling terkemuka adalah Gedung Hotel Preanger dan Savoy Homan," ujar Ridwan.
Sementara dunia fesyen, selera Bandung lagi-lagi berkiblat ke ibukota negara Prancis (Paris). Di Bandung pada era 1900-an, ada sebuah toko bernama Aug. Hegelsteens Kledingmagazijn (terletak di kawasan Jalan Braga), tempat orang-orang Bandung yang ingin tampil "lebih terkini".
Toko itu semakin terkenal saat berganti nama menjadi berbau Prancis: Au Bon Marche Modemagazijn yang didirikan oleh pebisnis A. Makkinga pada 1913.
"Pada masa kejayaanya, busana dengan trend mode terbaru dari pusat mode di Paris akan segera dipajang di toko ini," ungkap lelaki kelahiran Pematang Siantar pada 1967 tersebut.
Au Bon Marche terkenal karena menjajakan pakaian-pakaian impor dari Paris dengan harga fantastis. Sedangkan N.V Onderling Belang menjual pakaian dari Belanda dengan harga terjangkau.
Kini bangunan Au Bon Marche sudah jauh berbeda dengan dahulu kala saat masa kejayaannya. Bekas bangunannya digunakan sebagai area pertokoan di simpang Jalan Braga.
N.V Onderling Belang pada 1960 berubah nama menjadi Sarinah, kini Sarinah menjadi Café and Bar Sarinah dengan tidak banyak merubah arsitektur luar gedung.
Sumber: Historia.id | CNN Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar